Khutbah Idul Adha 7 Dzulhijjah 1430 H /2009
MENELADANI AKHLAQ NABI IBRAHIM DAN KELUARGANYA
Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamd
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kembali di pagi yang indah ini kita pekikkan lagi kalimat takbir, tahlil dan tahmid.
Allahu Akbar, Allah Maha Besar, kita semua yang ada disini kecil di hadapan Allah. pangkat, kedudukan, harta yang kita punya semua kecil di mata Allah, karena memang semua itu adalah milik Allah.
Lailahaillallah, tiada Ilah selain Allah, tiada yang patut disembah kecuali Allah, tidak ada yang bisa diharapkan kecuali kita bersandar kepada Allah, tidak ada yang patut kita takuti kecuali hanya takut kepada Allah, tidak ada yang patut kita cintai kecuali cinta kita satu-satunya hanya untuk Allah.
Walillahil Hamd, segala puji hanya milik Allah. Kita tidak pantas dipuji istri atau suami tidak pantas dipuji, anak tidak pantas dipuji, harta, pangkat, posisi dan kedudukan, semua tidak pantas untuk dipuji karena memang semua itu adalah kepunyaan Allah.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kalimat-kalimat tersebut yang kita kumandangkan sampai 3 hari kedepan ini, rasanya baru saja kita kumandangkan di saat kita sukses mengikuti madrasah Ramadhan yang kemudian kita beridul fitri bersama.
Idul Fitri - kita tahu semua, Allah ingin mencetak kita menjadi manusia-manusia bertaqwa secara individual, kemudian saat ini serasa Allah ingin menyempurnakan integritas taqwa ini dengan momentum Idul Adha, ketaqwaan komunal yaitu (Islamisasi keluarga dan masyarakat).
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd
Peringatan hari raya Idul Adha ini tidak bisa dilepaskan dari peristiwa bersejarah ribuan tahun silam ketika Ibrahim AS. dengan penuh ketaqwaan memenuhi perintah Allah untuk menyembelih anak yang dicintai dan disayangi, Ismali AS. Atas kehendak dan kekuasaan Allah secara tiba-tiba justru yang disembelih oleh Ibrahim AS. telah berganti menjadi seekor domba. peristiwa itulah yang kemudian menjadi simbol umat Islam sebagai wujud ketaqwaan seorang manusia mentaati perintah Allah SWT. Ketaqwaan Ibrahim kepada Allah SWT diwujudkan dengan sikap dan pengorbanan secara totalitas, menyerahkan sepenuhnya kepada Sang Pencipta dari apa yang ia percayai sebagai sebuah keyakinan.
Dalam Al-Qur'an (Surat Yusuf Ayat : 111) Allah SWT. Berfirman
”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”
Betapa eratnya ujian dan cobaan yang dialami Ibrahim AS. Beliau harus menyembelih anak semata wayang, anak yang sangat disayang. Namun, atas dasar iman, tulus ikhlas, taat dan patuh akan perintah Allah SWT., Ibrahim AS. Akhirnya mengambil keputusan untuk menyembelih putra tercintanya Ismail, dan beliau memanggil putranya dengan panggilan yang diabadikan dalam Al-Qur’an (Surat Ash-Shaaffaat Ayat : 102)
” Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: ”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: ”Hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Ismail sebagai anak yang sholeh senantiasa patuh pada orang tua, tidak pernah membantah perintah orang tua, setia membantu orang tua diantaranya membangun Ka’bah Baitullah di Makkah al-Mukarromah.
Ada beberapa ibrah atau pelajaran yang bisa kita petik dari keluarga Ibrahim AS ini, diantaranya :
1. Sebagai orang tua atau pemimpin tidak boleh bertindak otoriter atau sewenang-wenang.
Orang tua yang baik adalah orang tua yang mendidik anak dengan contoh dan keteladanan. Seorang pemimpin yang baik akan ditiru oleh rakyatnya jika ia memberi contoh perilaku yang baik. Seorang pemimpin tidak diikuti ucapannya tetapi perilaku dan tindak tanduknya. Seorang pemimpin juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, tidak selalu memberikan perintah-perintah, tetapi juga harus mendengarkan aspirasi rakyatnya. Sungguh sangat banyak kalau kita mengambil pelajaran dari kisah Ibrahim ini sebagai sosok ayah bagi anaknya, pemimpin bagi rakyatnya, belum lagi kita berbicara tentang sosok dia sebagai Abul Anbiya’, Abut Tauhid dan seorang Da’i ilallah.
2. Peran sang ibu dalam mendidik sehingga melahirkan anak yang sholeh.
Peran seorang ibu sebagai madrasah/ sekolah utama dan pertama bagi anak itu sangat penting. Pendidikan anak sholeh dimulai dari saat pertemuan benih dan sel telur, diawali do’a mohon perlindungan dari setan. Mulai dari kandungan banyak dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an, dari peran ibulah karakter anak sholeh dapat terbentuk. Intensitas pertemuan yang cukup, memungkinkan penanaman dan sosialisasi nilai-nilai normatif, akhlaq dan perilaku terpuji lainnya dan terinternalisasi pada diri anak.
Hajar AS, Telah meberikan contoh yang indah buat kita semua, kita bisa bayangkan bagaimana ketaatan dia kepada sang suami, dan dalam kondisi hamil besar harus siap ditinggal oleh sang suami tercinta dalam rangka berda’wah, walaupun sesaat muncul naluri keibuannya karena harus ditinggal di tempat yang tandus, tak berpenghuni, dan tidak ada keluarga, seraya berkata: ”Allahkah yang memerintahkan engkau wahai Ibrahim untuk berbuat seperti ini ?” Ibrahim menjawab : ”Ya”, dia berkata lagi : ”Silahkan kau pergi, aku yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan diriku”. Subhanallah, inilah potret sosok wanita sholehah.
3. Pembentukan anak sholeh sangat tergantung pada orang tua.
Banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk hanya di sekolah-sekolah, jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-anaknya itu. Bahkan ada sebagian orang tua tidak tahu tujuan dalam mendidik anak. Perlu kita fahami, bahwasanya pendidikan di rumah yang meskipun sering disebut pendidikan informal, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja, orang tua harus memahami bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan institusi pendidikan formal. Ini bisa dimengerti karena keluarga merupakan sekolah paling awal bagi anak, di keluargalah seorang anak pertama kali mendapat pengetahuan, pengajaran dan pendidikan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd
Ma’asyiral muslimin, Pagi ini kita melaksanakan sholat Idul Adha, yang kemudian kita diperintah untuk berqurban. Kita qurban dalam bahasa Arab berarti mendekatkan diri, Dalam fiqih Islam dikenal dalam Islam udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkan dengan an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam Al-Qur’an (Surat Al-Kautsar Ayat : 2)
”Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah”
Ma'asyiral Muslimin, qurban bukan sekedar menyembelih binatang kambing dan sapi dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi secara filosofis makna qurban meliputi aspek yang lebih luas. Dalam konteks sejarah, dimana umat islam menghadapi berbagai cobaan, maka pengorbanan amat luas dan mendalam.
Sejarah para Nabi, misalnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata harus dibayar dengan pengorbanan teramat berat yang diderita oleh umat Islam di Makkah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas dan sederet tindakan keji lainnya kaum kafir Quraisy. Rasulullah pernah dilempar dengan batu oleh penduduk Tha’if, dianiaya oleh Ibnu Muith ketika leher beliau dicekik dengan usus unta, Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakuan Beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti Bilal, ditindih dengan batu besar yang panas di tengah-tengah sengatan terik matahari, Yasir dibantai dan seorang ibu yang bernama Sumayyah ditusuk kemaluannya dengan sebatang tombak sampai ia syahidah. Tak hanya itu, umat islam di Makkah ketika itu juga diboikot untuk tidak melakukan transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya Rasul dan para sahabatnya sehingga beliau dan para sahabatnya terpaksa makan kulit kayu, daun-daun kering, bahkan kulit sepatu bekas.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sejarah Nabiyullah Yusuf juga demikian, disiksa dan dibuang ke sumur tua oleh saudaranya. Ini adalah bagian dari pengorbanan beliau menegakkan kebenaran.
Begitu juga Nabi Musa AS, yang mengalami tekanan tidak hanya dari Fir’aun tetapi juga dari kaumnya adalah juga wujud dari pengorbanan beliau.
Dan begitulah seharusnya kisah-kisah para Nabi yang lainnya.
Dalam konteks kekinian, pengorbanan umat Islam di berbagai belahan dunia juga terlihat nyata dihadapan kita. Palestina, Kashmir, Thailan Selatan dan Filipina Selatan. Dengan sikap dan keyakinan mereka terhadap Islam, mereka harus mengalami berbagai penyiksaan dan penindasan dengan penguasa. Umat Islam di Palestina menjadi gambaran betapa pengorbanan yang dipikul teramat berat. Mereka mengalami penyiksaan, penganiayaan, dan bahkan blokade di kawasan jalur Gaza oleh Israel laknatullah. Akan tetapi, umat Islam di Palestina tidak ada kata menyerah. Mereka terus berjuang membela martabat dan kehormatan bangsa dan agamanya. Sama halnya dengan yang terjadi di kawasan lain dunia.
Dalam sejarah perjuangan bangsa, para pahlawan kita mengorbankan jiwa dan raga, harta benda untuk kemerdekaan bangsanya. Kita kenal Jendral Sudirman yang keluar masuk hutan memimpin tentara Indonesia berjuang melawan Belanda, Sikap para tokoh bangsa yang dipenjara. Dibuang, dan disiksa adalah wujud dari keyakinan mereka akan kebenaran. Ribuan nyawa yang mati adalah pengorbanan mereka terhadap negeri ini, Tentu saja, mereka berkorban atas dasar sikap yang mereka percaya sebagai sebuah kebenaran.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd
Dalam konteks keseharian kita, pengorbanan juga bisa dilihat dari pengorbanan seorang pemimpin yang berusaha untuk mensejahterakan rakyatnya, pengorbanan seorang istri terhadap suami dan anak-anaknya, serta sebaliknya anak terhadap kedua orang tuanya. Seorang pemimpin yang adil terhadap rakyatnya dan berusaha memberikan kontribusi bagi negaranya adalah wujud pengorbanan. Seorang suami sebagai kepala rumah tangga berjuang membanting tulang demi menafkahi dan membahagiakan keluarga, sebagaimana seorang istri mengabdi setia terhadap suami juga wujud pengorbanan. Orang tua yang mendidik dan membesarkan anak sehingga menjadi anak yang sholeh dan berhasil dalam kehidupannya adalah wujud pengoranan.
Denga demikian, pengorbanan bisa berdimensi luas. Pengorbanan adalah sebuah konsekuensi logis dari keyakinan yang diperjuangkan demi sebuah kebenaran.
(Lihat Al-Qur’an Surat Al-Qashash Ayat : 57)
"Dan mereka berkata: ”Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami”. Dan apakah kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sekedar merenungi kembali momentum Idul Qurban, kesanggupan Nabi Ibrahim menyembelih anak kandungnya sendiri ukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi-buta (taqlit) tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi. Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada ummat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga, dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah.
Hidup adalah sebuah perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan. Tidak akan ada pengorbanan tanpa kesusahan. Justru kesediaan seseorang untuk melakukan pengorbanan termasuk uang, tenaga dan waktu akan benar-benar menguji keimanan seseorang.
Oleh : H. Muhammad Shaleh Drehem, Lc.
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar